
KOTAKU, BALIKPAPAN-Nama Edy Mulyadi belakangan ini ramai diperbincangkan oleh masyarakat khusunya di Kaltim. Ya, belum lama Edy Mulyadi mengeluarkan kalimat yang tak seharusnya dilontarkan dalam pertemuan terkait pembahasan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).
Dalam pertemuan itu, Edy menyebut IKN baru sebagai tempat jin buang anak. Akibatnya, tidak ada orang yang mau pindah ke IKN baru di Penajam Paser Utara (PPU), kecuali monyet.
“Bisa memahami enggak, ini ada sebuah tempat elit punya sendiri, yang harganya mahal, punya gedung sendiri. Lalu dijual (untuk, Red) pindah ke tempat jin buang anak,” kata Edy, dalam video yang beredar di media sosial (medsos), Minggu (23/1/2022).
Tak hanya itu, Edy juga diduga beranggapan tak ada pasar perekonomian yang lebih baik seperti di Jakarta. Khususnya di Kalimantan. “Pasarnya siapa? Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo, ngapain mau bangun (IKN) di sana?,” tuturnya.
Untuk menguatkan argumennya, Edy bahkan meminta seseorang rekan yang duduk di sebelahnya menanggapi pertanyaan Edy soal keinginannya untuk pindah di IKN baru.
“Tinggal di mana? Di mana Jakartanya? Mana mau dia (pindah). Tinggal di Gunung Sari (Jakarta), pindah ke Kalimantan, Penajam sana, untuk beli rumah di sana. Gua mau jadi warga ibu kota baru, mana mau,” ucapnya. Sambil tertawa, rekannya yang tadi ditanya pun menyahut “hanya monyet”.
Akibat ucapanya itu, masyarakat Kaltim pun mengecam. Bahkan tanda pagar #tangkapedy mencuat di jejaring sosial saat ini. Salah seorang yang melayangkan kecaman tersebut yakni aktivis adat Kaltim Mey Christy.
“Disini tidak hanya saya. Tapi seluruh masyarakat Kalimantan tentunya melakukan tindakan tegas terkait hinaan ini. Ini tidak main-main, karena ini menghina sebagian besar masyarakat Kalimantan, yang betul-betul dihina, dinistakan secara adat. Dan ini tidak boleh dibiarkan,” tegasnya saat ditemui awak media, di kediamannya, Minggu (23/1/2022).
Kata dia, siapapun yang hendak mengkritik pemerintah ataupun menolak sesuatu dan mengeluarkan aspirasinya itu sah-sah saja dan diatur dalam Undang-Undang. “Tapi satu hal yang sangat disayangkan. Penolakannya terhadap IKN disertai dengan pelecehan dan penghinaan terhadap Kalimantan. Saya menemukan bahasa “hanya monyet” serta “tempat jin buang anak”,” ucapnya.
Lanjutnya, dia juga mendengar ada sebutan genderuo dan kuntilanak. Menurutnya perkataan itu mempresentasikan bahwa Kalimantan itu kuburan atau tempat sampah. “Mereka menganggapnya seperti itu,” geramnya.
Menurutnya, hasil bumi Kaltim ini dipakai untuk menghidupi negara. Dan hutannya sebagai paru-paru dunia. “Terus bagaimana mungkin kami dilecehkan seperti itu. Hina sekali! Padahal segala hal yang ada di Kaltim menghidupkan seluruh masyarakat Indonesia,” ketusnya.
Ia pun berencana, Senin (24/1/2022) akan melaporkan kejadian itu kepada Polda Kaltim lantaran dalam ucapanya itu ada unsur penghinaan, perbuatan tidak menyenangkan, dan rasis serta menebar kebencian. (*)
