
KOTAKU, BALIKPAPAN-Hampir 13 tahun sudah pembangunan Flyover di Km 0, Kelurahan Muara Rapak, Balikpapan Utara digadang. Wacana itu berhembus kencang pasca insiden kecelakaan maut yang terjadi tahun 2009 lalu. Saat itu kontainer meluncur tak terkendali di turunan Rapak dan menabrak empat motor serta lima mobil yang mengkibatkan tiga orang meninggal dunia.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu pembangunan itu tak juga terealisasi. Padahal, saban tahun insiden serupa kerap terjadi meskipun tidak menimbulkan korban jiwa. Puncaknya, 21 Januari 2022. Tragedi maut di kawasan tersebut kembali terjadi. Tercatat enam mobil dan 14 motor digilas oleh truk kontainer yang lepas kendali. Akibatnya, empat orang dinyatakan meninggal dunia.
Peristiwa itu pun memantik perhatian pemerintah, baik itu pemerintah kota, provinsi, hingga pemerintah pusat. Tujuh jam pasca peristiwa itu, langkah konkret diambil pemerintah dengan merubah jam edar kendaraan yang memiliki bobot di atas 10 ton. Selain itu, untuk jangka panjang wacana pembangunan jalan layang alias Flyover kembali berhembus. Kali ini semakin kencang dan mendesak.
Namun kabar pembangunan jalan layang itu kembali menjadi abu-abu lantaran pemerintah pusat dikabarkan tidak merekomendasikan. Dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadi Muljono. Diwartakan, Basuki Hadi Muljono tidak merekomendasikan pembangunan Flyover Rapak karena dinilai tidak tepat.
“Pembangunan underpass (jalan bawah tanah, Red) akan lebih cocok dibanding membangun flyover. Flyover hanya untuk mengatasi konflik lalu lintas, masalah di sana itu sudut kemiringan,” kata Basuki dikutip dari breaking News Metro TV yang tayang 28 Januari lalu.
Menanggapi itu, Ketua DPRD Kota Balikpapan Abdulloh saat diwawancarai media ini mengaku baru mendengarkan kabar tersebut. “Di Rapak itu kalau perlu penanganan serius flyover tapi butuh biaya yang besar, itu perangkatnya sudah siap semua,” ucapnya kepada media ini, Jumat (4/2/2022).
Kata dia, sejatinya Kota Balikpapan sudah melakukan perencanaan menggunakan APBD, bahkan Detail Engineering Design (DED) sudah disiapkan yang merupakan perencanaan lebih rinci dan lengkap dalam bentuk gambar beserta spesifikasinya yang siap dilaksanakan di lapangan. Hasil DED bisa dijadikan dokumen lelang. “Tapi begitu mau bangun ternyata kewenangan pusat dan kemudian diambil alih provinsi. Sehingga Balikpapan tidak punya kekuatan untuk itu. Seandainya kewenangan itu dikembalikan ke Balikpapan kami bisa kelola sendiri,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk penangan yang relatif murah, ujar dia menyebutkan yakni mengubah jalan menanjak menjadi datar.
“Itu bisa dilakukan dengan dana darurat bencana (dari) provinsi. Kenapa dana itu? karena di situ sudah sering terjadi dan memakan korban. Jadi dikategorikan darurat bencana. Karena penyelematan manusia itu UU tertinggi di indonesia,” tutupnya. (*)
