
KOTAKU, BALIKPAPAN-Masih ingat kasus pencurian tiga buah kakao milik sebuah perusahaan 2 Agustus 2009 lalu yang dilakukan Nenek Minah di Purwokerto?. Dia kemudian divonis satu bulan 15 hari dengan masa percobaan selama tiga bulan oleh Pengadilan Negeri Purwokerto, 19 November 2009. Dia terbukti melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Kasus itu mendapat sorotan dari Jaksa Agung ST Burhanuddin. Ia mempertanyakan hati nurani penegak hukum yang memproses kasus pidana ringan rakyat kecil.
Ya, dalam hal ini menggambarkan, tidak semua kasus pidana dibawa ke meja hijau. Akan tetapi ada upaya yang dapat dilakukan para pihak dengan mengutamakan keadilan berbasis musyawarah atau yang dikenal dengan Restorative Justice (RJ) atau keadilan restoratif. Upaya tersebut terus dikemukakan unsur penegak hukum karena dianggap efektif serta efisien tanpa kedua belah pihak saling melakukan proses pro justitia.
“Penerapan RJ timbul dari perilaku masyarakat yang berkembang. Contohnya kasus pencurian kakao oleh seorang nenek Minah, pencurian HP oleh seorang ayah untuk anaknya yang belajar daring serta melakukan pencurian sepeda motor untuk biaya istrinya melahirkan. Itukan keadaan-keadaan yang sangat prihatin artinya memaksa. Itu sebenarnya salah tapi ada maaf dari korban maka kami RJ kan,” tutur Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Balikpapan Ardiansyah saat dijumpai awak media di kantornya yang terletak di kawasan Melawai, Kecamatan Balikpapan Kota Selasa (10/5/2022) sore.
Terkait itu, Kejari Balikpapan melakukan sebuah terobosan dengan membangun rumah Restorative Justice (RJ) di kawasan Manggar. Rumah restorative justice memudahkan koordinasi dalam penyelesaian perkara di luar peradilan.
Ardiansyah menjelaskan bahwa rumah RJ dibangun di sebuah lahan di wilayah Kelurahan Manggar Balikpapan Timur. Berada di pinggir jalan dan tak jauh dari jembatan Manggar. Rumah RJ dibangun di taman baca Manggar. Saat ini masih dalam tahap persiapan. “Rencananya akan kami launching 18 Mei mendatang,” tambahnya.
Adapun rumah itu nantinya akan diisi oleh unsur kejaksaan, kepolisian dalam hal ini tim penyidik, serta kelompok masyarakat yang menjadi mitra. Rumah RJ akan dijadikan tempat penyelesaian hukum di luar pengadilan.
“Dalam menangani kasus, tidak harus sampai membawa kasus itu dalam pengadilan. Tapi itu ada kriterianya seperti ancamanya di bawah lima tahun, bukan residivis, pelaku itu melakukan karena terpaksa, misalnya karena orang tuanya membutuhkan biaya bukan karena dipakai untuk berfoya-foya,” tuturnya kemudian.
Selain itu, sebagai sebagai tempat penyelesaian hukum di luar pengadilan, rumah itu juga difungsikan sebagai pos pelayanan hukum, serta sebagai lokasi edukasi kepada masyarakat. Lebih dari itu, dia berharap rumah RJ tidak hanya sebagai penyelesaian hukum pidana saja, akan tetapi persoalan yang kerap terjadi di tengah masyarakat. “Mungkin permasalahan yang ada seperti sengketa lahan, itu gak perlu lapor polisi, kami bisa mengundang ketua RT atau tokoh masyarakat setempat untuk menyelesaikan,” imbuhnya.
Tak hanya di kawasan Balikpapan Timur, fasilitas serupa juga akan dibangun di kawasan lainya di Kota Minyak ini.
“Kami coba dulu bangun di Manggar, kalau itu bisa berjalan dengan baik dan mendapat respon positif di masyarakat mungkin akan kami bentuk lagi di tempat lain. Tujuan kami mengedukasi masyarakat biar permasalahan yang ada bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” tutupnya. (*)
