Metro

Bambang Haryo Anjurkan Vaksinasi untuk Anak Ditunda

KOTAKU, BALIKPAPAN-Anggota Dewan Pakar Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono, mendesak pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk menunda pemberian vaksin terhadap anak usia 6-11 tahun lantaran mencuatnya informasi sejumlah anak di Indonesia mengalami sakit serius bahkan diduga meninggal dunia usai divaksin. Hal itu disampaikan Bambang melalui siaran pers, Kamis (27/1/2022).

Dikatakan Bambang, fenomena ini perlu menjadi konsentrasi utama Kemenkes RI bersama Litbang Kesehatan untuk turun melakukan investigasi sekaligus analisa mendalam mengenai vaksin yang diberikan kepada anak. “Apakah ada satu kesalahan, misalnya Expired (tanggal batas maksimal produk aman dikonsumsi, Red) kelebihan dosis, atau salah memilih jenis vaksin dan sebagainya.

Melansir WHO dan seluruh negara di Eropa misalnya Jerman, Amerika, Jepang bahkan Kanada, Singapura mereka merekomendasi menggunakan vaksin jenis Pfizer dengan dosis sepertiga dari dosis dewasa yang sudah ditetapkan oleh WHO,” kata BHS sapaan akrabnya.

Sedangkan dalam laman sehatnegeriku.kemkes.go.id saat kick off vaksinasi Covid 19 untuk anak usia 6-11 tahun serentak untuk tiga provinsi di Indonesia, Kemenkes RI menggunakan vaksin jenis Sinovac. “Yang sampai dengan saat ini di beberapa negara di dunia belum ada yang menggunakan vaksin Sinovac untuk kepentingan vaksinasi anak. Terkecuali China,” ungkapnya.

Yang lebih memprihatinkan lagi, lanjut dia menerangkan, pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahwa 180 ribu dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca dan Pfizer di Jawa Barat akan memasuki masa kedaluwarsa akhir Januari 2022. Kuota vaksin akan difokuskan untuk anak, namun jika waktunya semakin mepet dengan masa kedaluwarsa akan digunakan untuk booster TNI, Polri dan tenaga kesehatan.

“Namun beliau tetap fokus akan memberikan vaksin tersebut kepada anak usia 6-11 tahun dan Pak Ridwan Kamil katakan vaksin akan dipercepat diberikan sebelum kedaluwarsa yakni 18-30 Januari 2022.

Saya sangat heran, sedangkan saat beli makanan jika tanggalnya mendekati kedaluwarsa tidak akan dibeli, apalagi vaksin yang bisa berdampak terhadap keselamatan nyawa buah hati,” ulasnya.

Seharusnya, kata anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini, seperti beberapa negara yang dicontohkannya meliputi Jerman, Amerika dan Jepang, vaksin anak hanya diberikan apabila dalam keadaan darurat yang diinginkan oleh orang tua anak. “Dan rata-rata mereka menyediakan tidak lebih dari 20 persen dari jumlah anak-anak usia 5-11 tahun dengan catatan orang tua anak wajib membuat satu pernyataan bahwa orang tua atau anak menginginkan untuk divaksin.

“Bukan terbalik seperti yang ada di Indonesia, anak-anak dipaksa untuk divaksin dan bahkan ada beberapa daerah yang mewajibkan, jika tidak mau, tidak diperbolehkan sekolah. Sedangkan orang tua diminta untuk membuat pernyataan tidak akan menuntut bila anaknya yang dipaksa vaksin mengalami masalah kesehatan dan bahkan meninggal dunia,” kesalnya.

Padahal, sambung BHS, anak-anak merupakan generasi penerus yang harus dijaga untuk melanjutkan dan mewujudkan cita-cita bangsa. “Maka pemerintah harus bijak dan teliti untuk membuat kebijakan, khususnya vaksinasi bagi anak. Dan diharapkan seperti yang direkomendasikan oleh WHO yang sudah melaksanakan penelitian secara mendalam untuk dijadikan reverensi bagi kebijakan pemerintah.

Tentunya semua kebijakan pemerintah merupakan tanggung jawab dari pemerintah, bukan dibebankan kepada rakyatnya. Dan vaksinasi untuk anak sementara harus ditunda untuk melakukan penyelidikan dan evaluasi hingga tuntas, baru diberikan kepada anak-anak bila vaksin dapat diterima secara aman,” tutup BHS. (*)

To Top