Dia mengungkapkan, ASDP mengenakan tarif sandar kapal dan biaya kepelabuhananpun yang tinggi sehingga membebani operator pelayaran dan pengguna transportasi penyeberangan.
ASDP mematok tarif sandar kapal ferry sebesar Rp144 per Gross Ton (GT) per call. Adapun durasi per call di bawah 2 jam. Jumlah itu, dipandang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tarif sandar kapal laut di pelabuhan yang dikelola Pelindo sebesar Rp95 per GT per 8 jam.
“BUMN itu juga mengenakan tarif kepelabuhan yang tidak wajar, bahkan mendekati tarif transportasinya, seperti lintasan Ketapang-Gilimanuk tarif Pelabuhan dikenakan Rp3.900, sementara tarif transportasinya Rp3.800. Padahal semua moda transportasi tarif jasa kepelabuhan hanya maksimum 10 persen dari tarif transportasinya,” ujar Ketua Dewan Penasihat DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) ini.
Dia menambahkan, dana IPO tidak patut dipakai untuk bisnis lain sebab investasi ASDP sebagian besar merupakan dana hibah yang berasal dari APBN dan Penyertaan Modal Negara (PMN), baik untuk membangun dermaga dan kapal, maupun subsidi keperintisan.
“Sebagai contoh, Dermaga 6 Merak-Bakauheni dibangun menggunakan 60 persen APBN dan 40 persen PMN, begitu juga dermaga lain juga sebagian besar kapal ASDP dibangun oleh pemerintah dengan uang rakyat. Sehingga tidak mengembalikan investasi yang berasal dari uang negara itu. Sementara swasta berinvestasi sendiri tetap melayani masyarakat dengan tarif yang sama. Jadi target laba ASDP sebesar Rp111 miliar tahun 2021 sangat semu,” kata Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur ini.
Bambang Haryo juga khawatir pembangunan kawasan wisata terpadu tersebut akan menimbulkan conflict of interest, bisa menyebabkan tujuan lain dengan memperlambat arus transportasi penyeberangan demi memajukan bisnis barunya itu.
“Bila benar tujuan di atas berarti ASDP bisa dikatakan menghambat prinsip transportasi yaitu kecepatan, keselamatan dan murah. IPO jangan untuk hebat-hebatan dan mencari proyek. Kalau mau kembangkan wisata, harusnya ASDP dorong masyarakat menggunakan ferry untuk wisata bahari. Jadi, rencana tersebut harus dibatalkan karena tidak mendukung kepentingan rakyat guna mendapatkan kelancaran transportasi orang dan logistik,” pungkasnya. (*)
