Ekbis

Bambang Haryo Sebut Rencana Kenaikan BBM Bersubsidi Tidak Tepat, Ini Alasannya

Di sini jelas bahwa kuota subsidi tahun ini dikurangi oleh pemerintah sehingga tentunya kuota BBM tidak akan mencapai sampai akhir tahun, dan ini tentu akan sangat merugikan masyarakat karena pemerintah belum bisa menyediakan BBM subsidi cukup, padahal juga tidak diimbangi dengan tersedianya transportasi publik massal yang terkoneksi dengan baik dari Point to Point,” ujar Bambang Haryo yang juga Ketua Harian MTI Jawa Timur.

Lebih lanjut, alumni ITS Surabaya ini mengatakan, terkait itu, masyarakat jelas dirugikan dari kuota BBM subsidi yang berkurang 25 persen sehingga menggunakan BBM non subsidi pertamax. “Bahkan masyarakat lebih dirugikan lagi dengan kegagalan Pertamina yang tidak bisa menyediakan BBM subsidi premium yang tentu jauh lebih murah dari pertalite, sehingga beban kemahalan bagi masyarakat menjadi bertambah karena harus menggunakan BBM pertalite,” ulasnya.

Disebutkan mantan Wakil Sekjen MTI Pusat ini, bahwa kegagalan Pertamina juga diperparah dengan kemampuan mengimpor bahan bakar dengan harga tinggi dari beberapa negara, sehingga harga jual kelada masyarakat menjadi mahal. “Dari data globalpretrolprices.com, solar non subsidi (Diesel) harga jual di Indonesia berada diurutan ke-70 kemahalannya dari 190 negara. “Thailand hanya 0,975 dolar AS atau Rp. 14.527 per liter. Negara ini tidak menghasilkan minyak dan gas tetapi harga solar lebih murah dari Indonesia yang harganya 1,293 dolar AS atau Rp.19.925. Padahal Indonesia masuk negara penghasil minyak dan gas terbesar nomor tiga di Asia. Bahkan menurut Dirut Pertamina sejak April 2019 Indonesia sudah tidak lagi mengimpor solar dan sudah bisa menghasilkan solar sendiri, seharusnya harga solar di Indonesia bisa lebih rendah dari negara Malaysia,” kata sapaan akrab BHS.

Dia menegaskan, seharusnya hal itu menjadi penilaian pemerintah terhadap Pertamina yang kurang maksimal memberikan pelayanan terbaik terutama mengusahakan untuk mengimpor BBM subsidi dengan harga murah. “Karena kuota dan harga BBM subsidi saat ini tidak rasional, maka saya menolak untuk harga BBM subsidi harganya dinaikkan, tetapi bila kondisi anggaran APBN terbatas, maka pemerintah saat ini tidak perlu menaikkan harga BBM bersubsidi tetapi mengalihkan sisa kuota BBM subsidi fokus untuk transportasi publik dan logistik baik massal dan tidak massal terutama di transportasi laut, karena jargon Presiden Jokowi adalah maritim termasuk nelayan dan petani menjadi prioritas BBM subsidi serta kebutuhan UMKM agar perekonomian masyarakat tidak terpengaruh,” pungkas BHS. (*)

Pages: 1 2

To Top