
KOTAKU, BALIKPAPAN-Bisnis jasa merajah tubuh alias tato, semakin berkembang seiring semakin kreatifnya para seniman tato menuangkan karyanya. Suganda Saputra (37) tato artist sebutan pembuat tato, salah satunya. Usahanya berkembang pesat berkat kepiawaiannya mengambar di atas kulit tubuh manusia. Dari skala rumahan dan berbekal peralatan seadanya, tahun 2004 lalu, kini sukses membuka studio di Jalan Sei Ampal.

Dengan profesionalisme yang tinggi, ia tidak saja dikenal sebagai seniman dengan beragam hasil karya tapi juga mengusung aspek kesehatan dan kebersihan. “Menggunakan sarung tangan, jarum yang digunakan harus steril dan hanya untuk sekali pakai,” jelas pria yang akrab disapa Wanda saat memulai perbincangan dengan kotaku.co id di studionya, Rabu (5/2/2020). Itu juga yang akan membuat seni rajah tubuh tetap aman dan tidak menimbulkan penyakit berbahaya.
Tak heran bila pelanggannya datang dari berbagai wilayah. Tidak hanya dalam kota tapi juga luar daerah. Salah satunya Samarinda. Adapun tarif atas jasa pembuatan tato dibandrol mulai Rp 350 ribu. Tergantung tingkat kesulitan dan durasi pengerjaan.
Dia menjelaskan, dalam menekuni profesi, Wanda lebih dulu memperkaya wawasan dan mengasah keterampilan dengan mengikuti berbagai kegiatan ekshibisi. Salah satunya mewakili Balikpapan mengikuti Tattoo Skin Art di Solo tahun 2013 bersama dua orang rekannya. Wanda pun menyayangkan, seniman tato yang masih baru dan minim pengalaman mengikuti even tato atau komunitas tapi sudah berani membuka studio. Selain berisiko tinggi juga belum memiliki pengetahuan tentang standarisasi kesehatan. “Kalau ada klien yang iritasi atau alergi terhadap tinta tentunya akan merugikan orang lain,” tuturnya memberi contoh.
Namun ia berharap, seniman tato semakin sukses seiring banyaknya yang menggandrungi seni lukis tubuh. Yang terpenting, para seniman tato tetap menjunjung nilai estetika dan profesional.
Sementara itu, untuk memperkuat kiprahnya di dunia seni tato, tahun 2011, Wanda membentuk komunitas pencinta tato yakni Balikpapan Tattoo Lovers (BTL). Sesuai namanya komunitas yang ia pimpin beranggotakan penyuka tato dan rekan se-profesi. Mengemban misi, menampik anggapan negatif masyarakat tentang tato yang identik dengan pelaku kriminal. “Kami sering melakukan kegiatan amal dan sosial bukan semata untuk ekspos tetapi kami pun menyosialisikan bahwa Masberto (masyarakat bertato, Red) juga punya jiwa solidaritas,” pungkasnya. (*)
