
KOTAKU, BALIKPAPAN-Warga Gang Sama’i Gunung Guntur Kecamatan Balikpapan Tengah yang terdampak pengupasan lahan oleh pengembang yang diketahui bernama PT Andika Mandiri, menuntut pertanggungjawaban.
Tuntutan yakni menghentikan seluruh aktivitas kegiatan di lapangan, kecuali ada upaya penanggulangan dampak yang terjadi akibat pembukaan lahan tanpa izin.
Upaya penanggulangan dampak sebagaimana yang dimaksud yakni membuat bozem dengan dilengkapi pintu air sesuai dengan rekomendasi Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Balikpapan dan melakukan pemeliharaan bozem segara berkala. Melakukan pengerukan sedimen di saluran dan rumah warga yang terdampak secara berkala. Kemudian membuat drainase atau tali-tali air di sekitar lahan untuk pengendalian limpasan air hujan atau run off baik sebelum dan setelah bozem, membuat turap atau siring untuk pengendalian longsor, menanam vegetasi berupa pohon antara lain trembesi, ketapang atau tanaman lain yang berfungsi sebagai tanaman penahan erosi. Yang paling penting, bersedia melakukan ganti rugi terhadap warga yang benar-benar terkena dampak. Selain itu, pihak pengembang juga diminta mengajukan izin atas rencana kegiatan yang telah dilakukan ke Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu (DPMPT) Kota Balikpapan. Selanjutnya, warga memberi batas waktu kesanggupan pelaksanaan.
Tuntutan tertuang dalam surat pernyataan yang ditanda tangani Sekretaris RT 38 Syahrudin, Ketua RT 39 Winarto dan perwakilan pengembang atas nama Dahlia.
“Pengembang wajib menjalankannya. Jadi ada empat poin yang dibuat dalam surat pernyataan itu, tapi yang harus dilaksanakan itu banyak,” jelas Camat Balikapan Tengah Edy Gunawan dijumpai Kotaku.co.id, Jumat (19/3/2021).
Disinggung adanya tuntutan pengembang mengurus izin, karena kabarnya PT Andika Mandiri tidak mengantongi izin pembukaan lahan. Apalagi lahan sudah berpindah kepemilikan sehingga bukan tidak mungkin fungsi awal maupun luas kawasan bisa berbeda dari sebelumnya. “Yang dipakai masih izin lama, masih pakai nama orang, tahun 2012. Sekarang sudah 2021, izinnya sudah bedalah. Karena dalam izin sudah diatur tentang penataan lingkungan,” tegasnya.
Dia menambahkan, dulunya, kawasan tersebut dulu merupakan hutan, tetapi belum diketahui apakah termasuk dalam tata ruang pemerintah sebagai daerah resapan air ataupun kawasan hijau terbuka. Itu yang menurutnya perlu diteliti ulang.
“Jangan sampai mereka menabrak itu, bisa panjang, bisa masalah kerusakan lingkungan dan sebagainya,” pungkasnya.
Sementara itu perwakilan pengembang, Dahlia belum memberi keterangan terkait tuntutan warga. Hingga berita ini diturunkan, Dahlia tidak menjawab panggilan telepon dan belum merespon pesan singkat yang dikirim melalui aplikasi percakapan.
Namun pantauan Kotaku.co.id, pengembang telah mengerahkan pekerja untuk melakukan pengerukan dibantu alat berat sejak Selasa 16 Maret 2021, malam. Hingga kini aktivitas tersebut masih berlanjut. (*)
