
KOTAKU, BALIKPAPAN-Kota Balikpapan yang berkembang pesat tidak akan terlepas dari kepadatan arus lalu lintas dari berbagai jenis dan tipe kendaraan. Tapi di sisi lain, tragedi maut turunan Rapak yang merenggut empat nyawa dan puluhan luka-luka terjadi Jumat (21/1/2022), mendesak Pemerintah Kota Balikpapan menghadirkan solusi untuk menangkal agar kejadian serupa tidak terulang.
Keseriusan Pemerintah Kota ditandai dengan diterbitkannya Perwali No 60 tahun 2016 tentang Jam Operasional Angkutan Alat Berat. Terbaru, ada Surat Edaran tentang larangan melintas mulai pukul 05.00-22.00 Wita bagi kendaraan angkutan berat.
“Saya lebih sepakat menyikapi situasi (pasca tragedi di Rapak) dengan menyiapkan jangka pendek seperti saat ini memperketat pengawasan truk tronton yang beredar, tinggal (dilihat) sampai kapan pengetatannya. Jadi enggak berhenti sampai di situ saja, ada jangka menengah termasuk jangka panjang. Nah jangka menengahnya dengan meminimalisir jumlah kendaraan 20 ton ke atas, masuk (wilayah) perkotaan,” ujar anggota Komisi I DPRD Balikpapan Andi Arif Agung ditemui di ruang kerjanya, Selasa (25/1/2022) seraya memberi solusi.
Upaya meminimalisir, dipandang ideal. “Arus kendaraan berat tidak bisa dihindari karena banyak proyek pembangunan di tengah kota tapi jumlahnya bisa diminimalisir,” sahutnya.
Caranya, lanjut dia, dengan menerapkan aturan wilayah edar. Itu karena ada beberapa lokasi yang bisa dilalui dan tidak. Ya, kontur jalan di Balikpapan memang cenderung berbukit bahkan ada yang memiliki kemiringan cukup tajam dan curam. Tak heran bila rawan terjadi kecelakaan. Namun ada juga jalur yang datar sehingga cenderung lebih aman dilalui berbagai jenis dan tipe kendaraan.
Lebih dari itu, kondisi ruas jalan berbanding terbalik dengan populasi kendaraan yang dewasa ini tumbuh pesat. Itu merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Sehingga penerapan wilayah edar menjadi hal yang tidak kalah penting.
“Perlu dipahami situasi di Balikpapan banyak proyek startegis yang tengah dikembangkan dan (angkutan materialnya) harus melewati daerah perkotaan. Contohnya Pertamina, dengan situasi pembangunan saat ini, tentu harus punya alternatif menyikapi tragedi Rapak dan menyesuaikan Perwali tersebut,” ujarnya.
Belum lagi ancaman truk Over Dimension dan Overload (ODOL). Kalau sudah begitu pengawasan diperlukan. “KIR harus diperiksa, berapa sebenarnya (volume angkut), sudah sesuai dengan spesifikasi kendaraan, ini harus jeli pengawasannya. Ini sudah kami siapkan dalam Perda. Dalam konteks penyelenggaraan transportasi tidak saja penertiban (terhadap) pelanggaran, kalau sudah ODOL bisa saja ini menjadi kejahatan karena menyangkut keselamatan masyarakat,” ulasnya.
Solusi berikutnya, masih menurut dia, dengan membangun kawasan parkir dan pergudangan bongkar muat logistik masyarakat. “Lahannya ada di Kilometer 12, milik pemerintah. Kalau itu dibangun, mobil besar masuk situ, selanjutnya akan diangkut mobil kecil,” gebunya.
Memang, itu akan menambah beban biaya operasional. Utamanya pelaku usaha. Tapi ia yakin, akan memberi efek positif dalam jangka waktu lama. Khususnya keselamatan di jalan raya. (*)
