
KOTAKU, BALIKPAPAN-Kejaksaan Negeri (Kejari) Balikpapan mencium adanya dugaan kasus penyimpangan yang terjadi di Pelabuhan Feri Kariangau Balikpapan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Terkait itu, beberapa pihak terkait dimintai keterangan. Di antaranya Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Kaltim, Senin (2/8/2021).
“Kami memberi keterangan sesuai pengetahuan kami,” kata Kepala Dishub Provinsi Kaltim Arih Frananta Filifus Sembiring usai di Kejari Balikpapan.
Adapun dugaan penyimpangan yang dimaksud yakni pemberian cash back terhadap pengguna jasa penyeberangan.
Menurutnya, pihak penyidik hanya memastikan informasi penyimpangan tersebut serta ingin melakukan kroscek dan membandingkan informasi yang telah didapat dengan Dishub Kaltim mengenai penyimpangan tersebut.
“Jadi tidak ada hal baru,” ungkapnya.
Sembiring pun menyayangkan adanya penyimpangan tersebut. Diakuinya, bahwa pihaknya sejak awal tidak menyetujui adanya penyimpangan tersebut.
“Apabila hal itu terkait dengan misalnya cashback saya sejak awal tidak pernah menyetujui adanya itu, karena itu menurut saya telah menimbulkan permasalahan. permasalahannya banyak sekarang ini gara-gara adanya cashback tersebut,” jelasnya.
Ia pun mengaku sudah berkali-kali menyampaikan setiap ada pertemuan baik itu kepada stakholder maupun operator, agar menghentikan penerapan cash back, namun rupanya apa yang ia sampaikan berbeda dengan fakta yang ada di lapangan.
“Jangan diteruskan ketika saya sudah jadi Kadishub, saya minta itu tidak boleh dilanjutkan, hanya saya ada sesal sedikit bahwa ada yang mengatakan seorang Kadishub pernah menyetujui itu, menurut saya itu tidak benar, dan bisa dibuktikan,” ulasnya.
Dikatakannya, pemberian cash back sudah lama dijalankan. Bahkan itu berlangsung saat ia masih menjabat sebagai staff ahli
“Itu sudah lama, Kenapa tidak bisa ditekan? ya karena keinginan untuk menyelesaikannya tidak kuat,” terangnya kemudian.
Terpisah, Kasi Intelijen Kejari Balikpapan Oktario Hutapea mengatakan pihaknya memanggil Kadishub Provinsi Kaltim guna mengklarifikasi sejumlah hal. Oktario menyebutkan bahwa ada SOP yang tidak dijalankan oleh Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) XVII Kaltim dan Kaltara dan banyak temuan serta penyimpangan di lapangan.
“Jadi hal seperti itu termasuk juga indikasi maladministrasi dalam hal ini prosedurnya salah, sistem loadingnya masih sering ditemukan yang menyalahi seharusnya,” ungkapnya.
Hingga saat ini, pihaknya masih melakukan pemeriksaan kepada 12 orang yang terdiri dari stakeholder terkait serta masyarakat yang melihat fakta di lapangan. Bahkan BPTD juga sudah dilakukan pemeriksaan. Hanya saja pihak regulator belum memenuhi panggilan lantaran sedang terpapar Covid-19.
Pihaknya juga menegaskan terus melakukan pengumpulan data dan pemeriksaan secara komprehensif agar valid dan akan mengawal kasus ini agar tidak terjadi kebocoran uang negara.
“Ini pungli atau korupsi itu sama. Karena uang yang dikelola di situ ada stakeholder plat merah, pegawai negeri dan BUMN juga, jadi masuk ruang lingkup keuangan negara. Kejaksaan dituntut harus benar-benar mengamankan dan mengawal jangan sampai ada kebocoran keuangan negara ya tentunya harus maksimal. Ini juga suatu kepercayaan masyarakat bahwa kami benar-benar untuk mengawal proses hukum,” jelasnya. (*)
