
KOTAKU, BALIKPAPAN-Untuk meningkatkan pengetahuan dalam melindungi anak-anak dari kekerasan maka penting bagi Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim menggelar bimbingan teknis (Bimtek) Konveksi Hak Anak (KHA) bagi media massa, Rabu (4/8/2021). Kegiatan yang diikuti media massa se-Kaltim digelar secara virtual.
“Fenomena di Indonesia beberapa tahun terakhir ini menunjukkan anak-anak belum dapat terlindungi secara maksimal,” jelas Kepala DKP3A Provinsi Kaltim H Noryani Sorayalita dalam kegiatan.
Lanjut H Noryani mengatakan bahwa data Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan UNICEF tahun 2018 menunjukkan bahwa, sebanyak satu dari dua anak laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan emosional.
Kemudian, satu dari tiga anak pernah mengalami kekerasan fisik dan satu dari 17 anak mengalami kekerasan seksual. Sedangkan untuk anak perempuan yang juga berusia 13-17 tahun, tiga dari lima anak pernah mengalami kekerasan emosional. Lanjutnya, satu dari lima anak pernah mengalami kekerasan fisik dan satu dari 11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual. “Kondisi ini diperparah dengan sebanyak 76-88 persen anak-anak dan remaja belum mengetahui adanya layanan untuk mengantisipasi kekerasan,” ujarnya.
Menurutnya, kondisi itu belum selaras dengan amanah Undang- Undang No 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Sementara Undang-Undang Perlindungan Anak disusun berdasarkan prinsip-prinsip hak anak dalam KHA, dan menjadi landasan bagi sejumlah kebijakan pemerintah terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak,” imbuhnya.
Ditambahkan H Noryani bahwa faktanya belum cukup mengakomodir upaya-upaya pemenuhan hak anak, walaupun Indonesia telah 30 tahun meratifikasi KHA. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memahami substansi KHA, termasuk para pembuat kebijakan dan penyelenggara negara.
“Padahal KHA dalam pasal-pasalnya mewajibkan pula kepada setiap negara yang telah meratifikasi untuk menyosialisasikan isi dan makna KHA kepada penyelenggara negara dan masyarakat, sehingga dapat ditempuh langkah-langkah implementasi pemenuhan hak anak,” paparnya.
H Noryani mengatakan aplikasi Konvensi Hak Anak melalui pengembangan Kabupaten dan Kota Layak Anak sebagai salah satu strategi pemenuhan hak anak di Indonesia, telah ditetapkan pula Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 tahun 2011.
Salah satu indikatornya adalah tersedianya sumber daya manusia terlatih KHA yang mampu menerapkan hak-hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan. “Sumber daya manusia yang dimaksud dalam indikator tersebut, pada dasarnya menunjuk pada orang dewasa yang memberikan pelayanan bagi anak, mendampingi anak dan bekerja dengan anak,” ujarnya.
Kembali H Noryani menjelaskan, pemerintah dan masyarakat tentunya sudah berupaya dan berperan dalam memastikan terpenuhinya hak anak, tetapi dalam konteks tumbuh kembang anak, tanggung jawab tersebut perlu diperkuat dan didasari dengan pengetahuan dan ketrampilan tentang KHA.
“Kami sampaikan informasi bahwa Capaian Pengembangan Kabupaten Kota Layak Anak Tahun 2021 yang baru saja diumumkan 29 Juli 2021 melalui pertemuan virtual yakni
Kabupaten dan Kota Layak Anak Kategori Pratama diraih Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara (PPU), Kutai Timur, Kutai Barat dan Berau. Kabupaten dan Kota Layak Anak Kategori Madya, yaitu Kabupaten Kutai Kartenegara dan Kota Samarinda. Kabupaten dan Kota Layak Anak Kategori Nindya, yaitu Kota Bontang dan Kota Balikpapan,” ungkapnya.
Ia mengakui hasil ini menunjukkan bahwa 90 persen daerah di Kaltim telah berkomitmen mengimplementasikan Konvensi Hak Anak dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak.
Dalam kegiatan virtual turut hadir fasilitator pusat Konvensi Hak Anak DR Hamid Pattilima dari Kementerian PP dan PA Republik Indonesia yang membahas implementasi prinsip dan ketentuan Konveksi Hak Anak bagi media.(*)
