Metro

Tokoh Masyarakat Transportasi Ini Soroti Proyek LRT Jabodetabek, Dianggap Tak Efektif

Bambang Haryo Soekartono

KOTAKU, BALIKPAPAN-Proyek Light Rail Transit (LRT) (Jabodebek) dinilai tidak efektif dan efisien sehingga kurang bermanfaat bagi masyarakat dan berpotensi merugikan keuangan negara. Hal itu disampaikan tokoh masyarakat transportasi Bambang Haryo Soekartono dalam keterangan tertulis yang disampaikan, Senin (6/6/2022).

Menurutnya, LRT Jabodebek salah fungsi dan penempatan. Karena jalur LRT menghubungkan antarkota layaknya fungsi kereta komuter atau kereta rel listrik (KRL). Sementara kapasitas angkutnya jauh lebih kecil dibandingkan KRL.

“Tidak ada negara di dunia yang bangun LRT untuk angkutan antarkota, sebab moda ini umumnya dibangun di kawasan tertentu yang spesifik di dalam kota. Jaraknya lebih pendek dari MRT dan banyak pemberhentian atau stasiun. Membangun LRT untuk antarkota tidak akan efektif dan pasti mahal, seperti halnya yang ada di Indonesia, yaitu Lintasan LRT Jabodebek antarkota yang memiliki jarak 44.3 Km,” ungkapnya.

Bambang Haryo memberikan contoh, di Singapura terdapat tiga jalur LRT yang semuanya dibangun di dalam kawasan tertentu, yakni jalur Bukit Panjang 7,6 Km di kawasan industri dan agrikultur, Sengkang 10,7 Km di pusat permukiman, dan Panggol 10,3 Km di New Town dan wisata. Sedangkan panjang jalur MRT di negara tersebut mencapai 216 Km yang dilayani rangkaian gerbong lebih banyak dan lebih besar. Fungsi MRT menjadi transportasi Hub (utama) dalam kota yang terkonektivitas atau terangkai dengan transportasi LRT di kawasan tertentu dalam kota. Demikian juga seluruh negara di dunia lainnya. “Tidak seperti di Indonesia yang berlaku sebaliknya.

LRT Jabodebek yang dibangun sejak tahun 2015 itu menelan biaya hingga Rp32,5 triliun. Biaya ini bengkak Rp2,6 triliun dari target penyelesaian tahun 2019 sebesar Rp29,9 triliun. Padahal rencana awal hanya sekitar Rp23 triliun,” jelasnya.

Akibatnya, kembali Bambang Haryo Soekartono yang akrab disapa BHS, negara terancam rugi besar akibat penyelesaian rangkaian gerbong kereta tahun 2019 belum bisa dioperasikan karena infrastruktur rel kereta belum siap. Sehingga terjadi idle atau kapasitas menganggur. “Ini akan merugikan operator PT KAI serta masyarakat calon pengguna LRT tersebut. Karena hingga Mei 2022, presentase penyelesaian pembangunan 18 stasiun LRT masih berkisar 70-80 persen dan progres keseluruhan infrastruktur masih sekitar 81.75 persen,” imbuh alumni Institut Teknologi Surabaya ini.

Pages: 1 2

To Top