Corak

Lagi Hits, Apam Panas Lisda Bikin Terngiang

Ssstt! Sore Hari Antreannya Lebih Singkat

Apam panas Lisda yang lagi hits (run dollores-kotaku.co.id)

KOTAKU, BALIKPAPAN-Baru satu setengah bulan mengudara, usaha kue tradisional olahan Lisda laungsung membetot perhatian masyarakat.

Terbukti gerai usahanya tak pernah sepi. Serbuan pembeli setiap hari tak terbendung. Bahkan konsumen sudah membentuk antrean sejak buka mulai pukul 17.00 Wita. Kurang dari empat jam, jualannya pun ludes.

Apam panas Lisda, demikian usahanya ia beri nama. Adapun apam merupakan penganan khas masyarakat Bugis. Kue tradisional tersebut salah satu hidangan wajib saat ada hajatan. “Ada juga apam khas Banjar tapi ini dari Sulawesi,” serunya dijumpai di gerainya, Kebun Sayur Balikpapan Barat, Kamis sore (5/9/2019). Disebut apam panas karena proses memasak dilakukan ditempat. Butuh waktu sekira 15 menit untuk mengukus hingga kuenya matang. Tapi saat selesai dimasak, saat itu juga apam panasnya ludes.

Aktivitas Lisda saat berjualan (foto: run dollores-kotaku.co.id)

Itu karena antrean yang mengular panjang. Untuk mengantisipasi padatnya pembeli, tidak sedikit konsumen yang datang lebih awal. Meski begitu, antrean tetap saja membentang. Hanya saja lebih singkat.

Hebatnya, konsumennya tak hanya berasal dari lingkungan terdekat sekitar gerai jualan tapi juga datang dari berbagai penjuru kota. “Iya, ada yang jauh-jauh dari Sepinggan, Balikpapan Baru dan lainnya,” ungkapnya.

Disebutkan, setiap harinya ia menghabiskan bahan baku tepung sebanyak 35 Kg. Rupanya jumlah itu tak cukup mengakomodir permintaan.

Sadar animo konsumen semakin menggunung dengan cepat ia membuka cabang yang berlokasi di kawasan Pandansari. “Yang di Pandasari kebetulan kakak yang kelola karena pagi saya kerja. Buka mulai pukul 07.00 Wita,” sahutnya.

Lagi-lagi hanya dalam waktu singkat, apam panasnya ludes diserbu. “Kira-kira jam 09.00 Wita juga sudah habis. Padahal produksinya cukup banyak, 15 Kg per hari, kalau ada pesanan ditambah menjadi 20 Kg,” ucapnya.

Hal itu memacunya untuk membuka cabang kedua. Tepatnya pertengahan Agustus lalu. Kawasan Sumber Rejo dipilih sebagai lokasi dengan tujuan untuk memudahkan konsumen sekitar menjangkau produknya. Produksi berkisar 15 Kg saat hari normal dan sebanyak 20 Kg saat ada pesanan.

Sekali lagi, apam panasnya laku keras dalam waktu cepat. “Buka mulai pukul 17.00 Wita sekitar pukul 21.00 Wita sudah habis,” pukaunya ramah.

Menyadari kecintaan konsumen terhadap kue buatannya, Lisda sekalipun tidak berniat menggandakan volume produksi ditiap cabang. “Bagi saya sudah cukup, kalau habis ya besok lagi, kalau ditambah demi mengejar omzet saya khawatir kualitas akan terpengaruh. Sebab semakin banyak yang diolah semakin besar tenaga yang digunakan, sementara dalam mengolah adonan saya hanya dibantu ibu saya,” jelasnya tenang.

Tekstur yang lembut serta manisnya pas yang membuat konsumen terngiang-ngiang dan memutuskan untuk berulang kali datang membeli. Istimewanya lagi, sekalipun tidak disimpan di lemari pendingin, kue tradisional olahannya pun tetap laik dikonsumsi keesokan harinya. Pun begitu untuk kelapa parut yang menjadi teman santapan apam panas, juga laik dikonsumsi keesokan harinya. “Karena kelapanya pilihan dan dikukus terlebih dahulu. Makanya awet,” sambung warga yang berdomisili di Jalan Sepaku, Balikpapan Barat.

Apam panas Lisda semakin berdaya ledak tinggi saat ia getol memasarkan produknya melalui media sosial. “Tiap hari saya siaran langsung (melalui akun medsos), kalau tidak live dikira tidak jualan,” kelakarnya. Aksi yang dilancarkan itu semakin membuat masyarakat yang penasaran dengan kudapan buatannya.

Apalagi harganya cukup terjangkau, tiap satu apam panas dibandrol Rp 2 ribu.

Memutar ingatan, Lisda berjualan apam panas sejak tahun 2017. Kala itu skala rumahan. Usahanya diawali dengan kegemarannya menyantap kudapan tradisional asal kampung halamannya tersebut. “Awalnya coba-coba, kebetulan ibu saya punya usaha katering, jadi ahli masak, kemudian saya belajar mengolahnya,” tuturnya. Apam panas hasil ujicobanya tak hanya disantap bersama keluarga besar tapi juga dibagikan ke tetangga.

“Banyak tetangga yang suka, kemudian pesan untuk berbagai acara. Semakin hari, semakin banyak yang pesan, akhirnya saya putuskan untuk berjualan,” gebunya seraya mengenang.

Debut usahanya diawali dengan jumlah produksi sebanyak 3 Kg. “Enggak sampai satu jam sudah habis. Begitu terus setiap harinya, akhirnya saya tambah jadi 6 Kg,” papar wanita murah senyum ini.

Akhir Juli lalu, ia pun memutuskan untuk menekuni usahanya secara serius dengan membuka gerai. “Sebelum buka gerai awalnya saya pulang kampung, di sana puluhan pedagang apam panas berjejer. Saya jadi tertarik untuk berjualan dan menekuninya serius setibanya nanti di Balikpapan,” ulasnya tenang.

Tak hanya menjajakan kue asal kampung halaman, peralatan untuk mengolah apam panas juga didatangkan juga dari daerah asal. Seperti panci untuk mengukus kue. “Karena di sini tidak ada panci khusus seperti itu. Jadi memang hanya ada di Sulawesi,” celetuknya. Pun begitu wadah untuk mencetak kue, ia adopsi alat milik salah seorang pedagang apam panas di kampung halamannya. Berupa stoples plastik berbentuk segi empat yang kemudian dimodifikasi. Alasnya dibuang dan kedua sudut bagian atas stoples diberi rongga untuk menyangga stik yang dijadikan sebagai pembatas sehingga setiap stoples menghasilkan dua apam panas sekaligus. Sementara di permukaan wadah terdapat kantong plastik untuk menampung adonan.

“Waktu pulang kampung, saya tertarik dengan wadah yang digunakan salah satu pedagang apam panas di sana, karena saat masih berjualan di rumah, saya menggunakan cetakan kue yang terbuat dari besi, bentuknya juga berbeda,” paparnya kemudian.

Dari ketertarikannya tersebut ia kemudian meminta izin untuk mencontoh. “Tapi saya sampaikan bahwa saya tidak berjualan di sini melainkan di Balikpapan, akhirnya dipersilahkan bahkan diperbolehkan untuk difoto,” ungkapnya masih terdengar bersemangat.

para pembeli mengantre demi mendapatkan apam panas Lisda (run dollores-kotaku.co.id)

Untuk menjaga kualitas, kantong plastik yang dijadikan wadah adonan, dibuang usai digunakan. “Jadi benar-benar sekali pakai,” celotehnya kembali ramah.

Dan kini tak hanya mendatangkan pundi, Lisda juga berhasil membuka lapangan kerja bagi 12 orang lewat usaha yang ia geluti. (run)

Print Friendly, PDF & Email
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top