VOA

55 Tahun G30S: Waktunya Lupakan Sejarah?

Ribuan umat islam dari berbagai organisasi berunjuk rasa di depan gedung MPR/DPR RI Senayan, Jakarta hari Jumat 29/9 menuntut agar DPR membatalkan perpu ormas dan menolak kebangkitan PKI. (Foto: VOA/Fathiyah)

Setiap 30 September, rakyat Indonesia diingatkan kembali pada tragedi pada tanggal tersebut tahun 1965, yang dikenal sebagai Gerakan 30 September. Seorang pengamat Indonesia mengatakan, perlu waktu sangat lama bagi rakyat Indonesia untuk menerima peristiwa itu sebagai bagian sejarah negara mereka.

VOA — Banyak negara mengalami peristiwa berdarah. Amerika, misalnya, sampai sekarang masih terseret-seret isu perbudakan yang terjadi ratusan tahun lalu dan perang saudara empat tahun, yang berlangsung 155 tahun lalu. Yang dekat dengan Indonesia, bisa kita sebut, adalah perang saudara di Kamboja.

Indonesia mencatat peristiwa pada 30 September 1965, yang dikatakan pemerintah dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI). Peristiwa itu kemudian dikenal dengan G30S/PKI. Dan serangan-serangan lain sebelum maupun setelah tanggal itu juga dikaitkan dengan PKI.

Thowaf Zuharon mengatakan, “Pada tanggal 22 Oktober 1965 terjadi pembantaian juga oleh para pemuda PKI terhadap para santri di daerah Solo, di satu tempat yang namanya Kedung Kopi. Ada puluhan santri dan tokoh-tokoh Islam yang kemudian dikumpulkan di situ oleh para pemuda PKI dan kemudian dimutilasi satu-satu.”

Thowaf Zuharon adalah penulis buku Banjir Darah, yang mencatat rangkaian kekejaman PKI dari tahun 1926, 1945, 1946, 1948, 1965, dan 1968. Untuk tulisan dalam buku itu, ia mewawancarai banyak korban serangan. Secara pribadi, banyak anggota keluarganya juga menjadi korban PKI.

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, satu dari tiga pendiri Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) baru-baru ini menulis surat terbuka kepada Presiden Jokowi terkait peristiwa G30S. Dalam surat itu, Gatot mengutip kata-kata Bung Karno yang mengatakan “Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah.” Kepada VOA, ia mengatakan, sejarah ini perlu diingat tetapi kita perlu saling memaafkan.

Gatot Nurmantyo mengatakan, “Jadi, kita semuanya sebagai anak bangsa sekarang ini, memaafkan semuanya tetapi tidak melupakan karena ini merupakan sejarah kelam. Tujuannya agar generasi muda mengetahui ini dan tidak terjadi lagi sejarah kelam seperti ini.”

Print Friendly, PDF & Email

Pages: 1 2

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top